METRO ONLINE MAKASSAR--Keberadaan tenaga honorer dalam kajian untuk dihapus atau ditiadakan. Alasannya, pegawai honorer tidak terakomodasi dalam Undang-undang ASN.
DPR-RI dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) sepakat menghapus tenaga honorer.
Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Makassar, Basri Rakhman mengatakan, penghapusan tenaga honorer di instansi pemerintahan merupakan langkah yang tepat.
Penghapusan itu akan membuat kinerja aparatur sipil negara atau ASN dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) menjadi lebih aktif. Hal itu lantaran tidak lagi mengandalkan tenaga kontrak. Hanya saja, penerapan kebijakan ini perlu ada penyesuaian.
“Kita masih merasakan yang namanya kekurangan ASN. Yang ada sekarang ini tidak mampu memenuhi kebutuhan. Jadi kalau mau diterapkan penghapusan honorer, otomatis ASN atau PPPK harus ditambah,” ujar Basri, Selasa, 21 Januari 2020
Apalagi, jumlah tenaga honorer di lingkup Pemkot Makassar saat ini mencapai 8.862 orang. Secara otomatis, jika kebijakan itu sudah berlaku, kebutuhan SDM harus ikut disesuaikan.
“Yang terjadi saat ini juga lebih banyak pegawai ASN pensiun daripada yang direkrut setiap tahun. Itu membuat ASN menjadi langka,” bebernya.
Namun, Basri mengaku siap menerapkan kebijakan Pemerintah Pusat. Asalkan, diperjelas dahulu regulasinya.
“Kita kan tidak bisa begitu saja langsung menghapus semua honorer. SKPD itu beda-beda kebutuhannya,” tukasnya.
Pengamat pemerintahan Unhas, Hasrat Arief Saleh meminta pemerintah membentuk tim untuk melakukan kajian terkait penghapusan honorer.
“Harus ada data ini. Harus ada kajian sebelum diputuskan. Ini nasib orang banyak,” paparnya.
Hasraf tidak menampilk selama ini tenaga honorer cukup membebani keuangan di daerah. Porsi anggaran untuk menggaji honorer termasuk besar.
“Kalau dari sisi keuangan, sudah jelas membebani keuangan daerah,” jelasnya.
Selain itu, bebernya, selama ini tenaga honorer terkesan hanya asal dimasukkan. Bahkan cenderung bersifat politis.
“Saya pernah ada temuan. Ada jabatan tertentu sengaja diadakan agar si pejabat bisa memasukkan keluarganya sebagai honorer,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo menegaskan, Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya mengenal dua jenis status kepegawaian secara nasional, yaitu ASN dan PPPK. Meskipun pelaksanaannya bertahap, namun harus dipastikan tidak ada lagi status pegawai di luar dari yang telah diatur oleh undang-undang.
“Di daerah-daerah masih mengangkat pegawai kontrak. Dan yang mengenaskan, mereka dibayar, masuk dalam kategori barang dan jasa, bukan lagi SDM. Yang seperti ini tidak kompatibel dengan undang-undang yang sudah berlaku,” papar Arif.
Laporan..:Yuliana / A. Gusthi
DPR-RI dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) sepakat menghapus tenaga honorer.
Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Makassar, Basri Rakhman mengatakan, penghapusan tenaga honorer di instansi pemerintahan merupakan langkah yang tepat.
Penghapusan itu akan membuat kinerja aparatur sipil negara atau ASN dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) menjadi lebih aktif. Hal itu lantaran tidak lagi mengandalkan tenaga kontrak. Hanya saja, penerapan kebijakan ini perlu ada penyesuaian.
“Kita masih merasakan yang namanya kekurangan ASN. Yang ada sekarang ini tidak mampu memenuhi kebutuhan. Jadi kalau mau diterapkan penghapusan honorer, otomatis ASN atau PPPK harus ditambah,” ujar Basri, Selasa, 21 Januari 2020
Apalagi, jumlah tenaga honorer di lingkup Pemkot Makassar saat ini mencapai 8.862 orang. Secara otomatis, jika kebijakan itu sudah berlaku, kebutuhan SDM harus ikut disesuaikan.
“Yang terjadi saat ini juga lebih banyak pegawai ASN pensiun daripada yang direkrut setiap tahun. Itu membuat ASN menjadi langka,” bebernya.
Namun, Basri mengaku siap menerapkan kebijakan Pemerintah Pusat. Asalkan, diperjelas dahulu regulasinya.
“Kita kan tidak bisa begitu saja langsung menghapus semua honorer. SKPD itu beda-beda kebutuhannya,” tukasnya.
Pengamat pemerintahan Unhas, Hasrat Arief Saleh meminta pemerintah membentuk tim untuk melakukan kajian terkait penghapusan honorer.
“Harus ada data ini. Harus ada kajian sebelum diputuskan. Ini nasib orang banyak,” paparnya.
Hasraf tidak menampilk selama ini tenaga honorer cukup membebani keuangan di daerah. Porsi anggaran untuk menggaji honorer termasuk besar.
“Kalau dari sisi keuangan, sudah jelas membebani keuangan daerah,” jelasnya.
Selain itu, bebernya, selama ini tenaga honorer terkesan hanya asal dimasukkan. Bahkan cenderung bersifat politis.
“Saya pernah ada temuan. Ada jabatan tertentu sengaja diadakan agar si pejabat bisa memasukkan keluarganya sebagai honorer,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo menegaskan, Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya mengenal dua jenis status kepegawaian secara nasional, yaitu ASN dan PPPK. Meskipun pelaksanaannya bertahap, namun harus dipastikan tidak ada lagi status pegawai di luar dari yang telah diatur oleh undang-undang.
“Di daerah-daerah masih mengangkat pegawai kontrak. Dan yang mengenaskan, mereka dibayar, masuk dalam kategori barang dan jasa, bukan lagi SDM. Yang seperti ini tidak kompatibel dengan undang-undang yang sudah berlaku,” papar Arif.
Laporan..:Yuliana / A. Gusthi