METRO ONLINE, ENREKANG - Keluarga korban meninggal dunia asal dusun Limbong, desa Curio, kecamatan Curio, kab. Enrekang begitu terperanjat adanya kabar terjadi penggotongan keranda jenazah seberangi sungai Mata Allo melintas dibawah jembatan gantung yang ada.
Warga menilai, peristiwanya lumrah saja akan tetapi pengakuan keluarga korban yang berduka ini tidak merasa untuk diberitakan tanpa menanyakan pada pihak keluarga yang berduka.
Warman selaku Camat Curio mengatakan bahwa, menggotong atau mengusung jenazah ke pemakaman diyakini warga setempat memakai tandu Bambu bukan keranda besi.
Masalahnya budaya keranda mayat yang dipegang ditengah masyarakat memakai Tandu jenazah bukan keranda besi tapi keranda Bambu yang dibuat tangan gotong royong.
"Bahan bambu banyak di dusun Limbong sehingga oleh sebagian masyarakat di dusun tersebut secara turun temurun dilestarikan, bahkan masih ditabukan dipakai membawa jenazah ke pemakaman dengan keranda besii," Ujar Camat Curio Warman (22/2/2023).
Kata Warman, pemakaian keranda mayat dari bambu lebih populer yang dibuat dari batangan bambu diikat menjadi bentuk keranda, bentuknya lebih lebar dari keranda besi yang ada.
Bentuk keranda yang lebih lebar inilah dari hemat warga dan keluarga alamarhum tak akan melintasi jembatan gantung yang lebih sempit.
"Dari awal mereka sudah paham akan lewat seberangi sungai bukan lewati jembatan gantung karena bentuknya kan lebar pasti tidak muat dengan jumlah pengusung lebih banyak,"kata Camat Curio.
Dikatakan Warman, beberapa alasan menggotong mayat dengan keranda Bambu menuju pemakaman ke seberang sungai Mata allo antaranya airnya cukup selutut hal biasa.
Kedua, karena bentuk dan lebar keranda Bambu yang disiplapkan sebuah kepercayaan beragama dan bentuk lebih lebar sehingga tak muat untuk melintasi diatas jembatan gantung.
"Sehingga pihak keluarga kita ini meluruskan atas pemberitaan menandu jenazah seberangi sungai, justru terkesan menyudutkan pihak lain, dari keluarga hal tersebut mimta diluruskan dan tak perlu dibuat sensasi berita," Tuturnya. (Mas)
Editor: Muh. Sain