METRO ONLINE SULSEL -- Di tengah upaya pemerintah memastikan distribusi BBM subsidi tepat sasaran, praktik mafia BBM solar subsidi terus marak di Sulawesi Selatan.(Sulsel), Meski berulang kali menjadi sorotan media, target demonstrasi aktivis mahasiswa, masyarakat, dan LSM, aktivitas ilegal ini seolah tak tersentuh hukum.
Unjuk rasa mahasiswa yang beberapa waktu lalu di gelar di depan Kantor Pertamina Rayon VII Jalan Garuda dan Fly Over Jalan AP Pettarani Makassar, meneriakkan beberapa nama aktor yang diduga menjadi otak pengepul dan penyalur BBM Subsidi yang dicaplok melalui pengepul atau pelangsir yang bersumber dari sejumlah SPBU 'Nakal'.
BBM solar subsidi ini tentunya menjadi hak yang diperuntukkan bagi rakyat pengguna, bukan buat usaha industri, tambang atau pabrik.
Padahal, regulasi yang mengatur distribusi dan pengawasan BBM subsidi sudah jelas, termasuk UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, hingga pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Mafia BBM solar subsidi memanfaatkan celah dalam sistem pengawasan untuk mendapatkan keuntungan besar.
Penyelewengan ini melibatkan berbagai modus, mulai dari pembelian BBM subsidi menggunakan identitas palsu hingga penyalahgunaan kuota solar yang diperuntukkan bagi nelayan atau petani.
Bahkan geliat para pengepul atau pelangsir yang beroperasi di SPBU tertentu nyaris tak pernah terjamah oleh aparat penegak hukum atau pihak Satgas yang khusus memantau kegiatan "Haram" tersebut.
Ironisnya, aktivitas ini kerap melibatkan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperlancar distribusi ilegal.
Akibatnya, masyarakat kecil yang seharusnya menjadi prioritas dalam menikmati subsidi justru dirugikan, dengan terjadinya kelangkaan distribusi solar subsidi.
Dalam kasus ini, regulasi yang telah diterapkan seharusnya mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, misalnya, melindungi hak-hak masyarakat atas distribusi barang subsidi yang transparan dan adil.
Selain itu, peraturan dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengatur teknis distribusi BBM agar sesuai dengan alokasi.
Namun, lemahnya penegakan hukum dan minimnya pengawasan di lapangan menjadi penyebab utama sulitnya memberantas jaringan mafia ini.
Penanganan mafia BBM subsidi di Sulsel membutuhkan sinergi semua pihak, mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum, hingga masyarakat.
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku, termasuk penerapan sanksi pidana sesuai pasal KUHP, menjadi langkah penting untuk memutus mata rantai penyelewengan.
Selain itu, transparansi dalam sistem distribusi BBM harus diperkuat melalui digitalisasi dan pelibatan masyarakat untuk melaporkan penyimpangan.
Dengan langkah tegas dan kolaboratif, harapan untuk mengakhiri praktik mafia BBM subsidi di Sulawesi Selatan dapat terwujud.
Editor : Muh Sain